Minggu, 18 Maret 2012



Nama : Rachma Triantini
Kelas : 1EA06
NPM : 15211697

Kali ini saya akan mengulas tentang "Ekonomi Indonesia Tahan Krisis Ketimbang Tiongkok dan India". Mari kita lihat :D

Ekonomi Indonesia Tahan Krisis Ketimbang Tiongkok dan India 



[NUSA DUA] Kekeringan likuiditas secara tiba-tiba akibat memburuknya perekonomian di negara-negara Eropa dan Amerika menyebabkan kebijakan moneter negara-negara berkembang menghadapi dilema berupa pengetatan moneter yang memberi tekanan lanjutan terhadap perekonomian riil, yang akan berpotensi meningkatkan peluang pembalikan arus modal keluar.



Namun begitu, Bank Indonesia (BI) optimistis investasi asing akan segera kembali ke Indonesia.

Ekonomi Indonesia pun diyakini bakal lebih tahan dalam menghadapi krisis ekonomi Eropa dan Amerika ketimbang negara regional lainnya termasuk Tiongkok dan India. Deputi Gubernur BI Bidang Kebijakan Moneter dan Hubungan Internasional Hartadi A Sarwono mengatakan, kondisi ekonomi dunia saat ini tengah tak menentu dan tak ada ekonomi yang 100% yang bisa memprediksikan kapan masalah Eropa berakhir.

Kendati demikian, BI cukup bergembira meski target pertumbuhan ekonomi Indonesia 2011 direvisi dari 6,7% menjadi 6,5% di akhir tahun.   “Namun, meskipun prediksi ke bawah, tapi paling tinggi di regional dan kita yang paling tahan dibandingkan regional termasuk Tiongkok. Tiongkok pertumbuhan ekonomi memang tumbuh 9% tahun ini tapi itu penurunan yang cukup tinggi dari biasanya double digit karena Tiongkok punya masalah di inflasi,” ujarnya dalam seminar tahunan internasional BI ke-9 dengan tema “Gejolak Ekonomi Global Yang Semakin Dalam: Bagaimana Negara Berkembang Seharusnya Merespon ?” di Nusa Dua, Bali, Jumat (9/12).

Selain banker dari negara berkembang, seminar terbatas ini juga dihadiri oleh dua mantan Gubernur BI yakni J Soedradjad Djiwandono dan Adrianus Mooy. Hadir pula para akademisi, banker, dan peneliti ekonomi, antara lain seperti Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian
Keuangan Bambang Brodjonegoro dan Kepala Ekonom Citigroup Asia Pasific Johanna Chua, serta Senior Advisor Asia Pasific Department IMF Mahmood Pradhan.

Tambah Hartadi, sementara Indonesia beda dengan Tiongkok. Di mana, pertumbuhan ekonomi disini disertai dengan penurunan laju inflasi.

Adapun, pada tahun ini BI memproyeksikan ekonomi Indonesia bisa 6,5% dengan angka inflasi 3,95%, sedangkan untuk 2012 diproyeksikan ekonomi tumbuh 6,3-6,7% dengan inflasi 3,5-5,5%. “Desember ini (2011) inflasi kita perkirakan tak lebih dari 0,75% sehingga akhir tahun bisa tembus dibawah 4% atau tepatnya 3,95%. Ini menunjukan trade off bisa kita capai, karena kita lakukan policy yang implementasinya sesuai,” tukasnya.

Suku bunga acuan (BI Rate) pun pada tahun ini hanya dinaikkan sekali yakni 6,5% di Februari menjadi 6,75%, lalu turun 25 bps menjadi 6,5% di Oktober, kemudian di November turun 50 bps ke 6%.

Lebih lanjut, ekonomi Indonesia tahun depan bisa mencapai 6,7% atau sesuai dengan target pemerintah jika sumber pertumbuhan ekonomi bisa dimaksimalkan. Hal inipun, kata Hartadi akan dibahas dalam Bankers Dinner malam ini yang berlangsung di Jakarta. Adapun, BI memproyeksikan tren inflasi akan terus menurun, sementara nilai tukar rupiah terhadap USD akan menguat. “Hasil RDG (Rapat Dewan Gubernur) ini akan kami sampaikan ke bankers dinner nanti malam,” tukasnya.

Menurutnya, dampak krisis Eropa akan lebih banyak mempengaruhi ke pasar keuangan seperti di pasar modal dan valas. Untuk itu, BI sambungnya, membeli bond di secondary market bersamaan dengan intervensi bank sentral di foreign exchange market.

Hal senada dikatakan Peneliti Utama Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) BI Nirwansyah. Menurutnya, jika dibandingkan dua negara berkembang lainnya yang juga termasuk negara dengan pertumbuhan ekonomi yang bagus di tengah gejolak ekonomi Eropa dan Amerika, yakni Tiongkok dan India, dia menilai Indonesia masih bisa lebih tahan ekonominya ke depan. Sebab, ini bukan pertama kalinya
Indonesia diterpa krisis.   “Untuk merespons (krisis) bukan hal yang baru, pemerintah sudah merespon, mulai dari down grade Italia di 2010 sampai Portugal di Maret 2011,” imbuhnya.

Penilaian itu, menurutnya juga dilandasi oleh ekonomi Tiongkok dan India yang saat ini baru memanas. Tiongkok, jelas dia, pertumbuhan ekonominya sudah mulai menurun yang mana pada kuartal I 2011 tumbuh 10-11% dan kini hanya 9%.   Hal itu juga terkait kenaikkan suku bunga di Tiongkok yang saat ini sudah terlalu tinggi sehingga diproyeksikan dalam waktu dekat akan diturunkan setelah penurunan GWM.   Sementara, India harus menaikkan suku bunganya guna menahan laju kenaikan inflasi yang sudah terlalu tinggi. Ditambah, mata uang India (Rupee) yang makin terdepresiasi. Sedangkan, Indonesia cenderung justru menurunkan suku bunganya karena laju inflasi yang bisa dikatakan cukup terkendali.

“Kita steady turunkan suku bunga dan masih proyeksikan di 2012 ekonomi Indonesia bisa tumbuh 6,2-6,5%, dan ADB (Asean Development Bank) memproyeksikan kalaupun situasi terburuk ekonomi bisa tumbuh 5,5% untuk Indonesia, tapi kalau resesi di Eropa memburuk maka pertumbuhan ekonomi dunia akan kurang dari 4%. Tapi, kalau krisis bisa dijaga maka kita bisa tetap tumbuh 6,2-6,5%,” ujar Nirwansyah. [O-2]  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar